TUGAS
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
TENTANG
PENGERTIAN DAN TUJUAN PEMANASAN HASIL
PERTANIAN
PERTEMUAN 3
Disusun
oleh :
S U NA R D I N
NIREM : 05.1.4.12.0393
KEMENTERIAN PERTANIAN
BADAN PENYULUHAN DAN
SUMBER DAYA MANUSIA PERTANIAN
SEKOLAH TINGGI
PENYULUHAN PERTANIAN ( STPP ) MAGELANG JURUSAN PENYULUHAN PERTANIAN DI YOGYAKARTA
2015
I.
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Dewasa
ini sudah sangat banyak cara yang dilakukan untuk menjaga mutu dari hasil
pertanian dengan menggunakan berbagai macam teknik pengolahan salah satu
caranya adalah denagn cara pemanasan, teknikini dimaksudkan untuk mengurangi
kadar air yang terdapat didalam produk pertanian agar dapat menekan terjadinya
metabolisme, atau hidup dan berkembangbiaknya mikroorganisme seperti bakteri didalam produk tersebut.
B. Tujuan
Tujuan
dari proses pemanasan pada bahan hasil pertanian adalah :
•
Makanan menjadi lebih enak (Desirable effects on eating quality)
•
Mengawetkan makanan (Presenvative effects)
II
DASAR TEORI
Penggunaan
panas pada pengawetan bahan makanan sudah dikenal secara luas, seperti memasak,
menggoreng, merebus, atau cara pemanasan lainnya. Dengan perlakuan-perlakuan
tersebut terjadi perubahan keadaan bahan makanan tersebut baik sifat fisik
maupun kimiawinya, sehingga keadaan bahan yang ada menjadi lunak dan enak
dimakan.
Dengan
proses pemasakan tidak selalu berarti bahwa bahan tersebut menjadi steril, hal
ini disebabkan kemungkinan terjadi kontaminasi kembali oleh mikroorganisme
sehingga bahan yang telah dimasak dapat dapat menjadi rusak dalam jangka waktu
yang relative singkat.
Keuntungan
dari proses pemanasan adalah :
•
Merusak komponen “anti nutrisi” (Trysin Inhibitor)
•
Meningkatkan nutrisi (meningkatkan daya cerna protein, gelatinasi pati,
pelepasan niasin)
•
Penggunaan panas mudah dikontrol
Hadirnya
bakteri dan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun bahan makanan itu
disimpan dalam wadah tertutup. Panas merupakan factor yang penting untuk
mematikan mikroorganisme, Secara lebih reperinci kematian mikroorganisme
terjadi karena :
•
Denaturasi enzim-enzim yang terdapat di dalam sel-sel mikroorganisme
•
Pemecah struktur molekul protein yang terdapat di dalam sel-selnya
•
Pemecahan molekul-molekul organic kompleks lainnya
Ketahanan
panas pada setiap mikroorganisme berbeda, suhu optimum merupakan suhu yang
terbaik untuk tumbuh, berdasarkan suhu optimum yang dibutuhkan untuk
pertumbuhannya maka bakteri dapat digolongkan menjadi :
•
Psikhrofilik : bakteri yang masih dapat tumbuh pada suhu dibawah 20 C, suhu
optimumnya antara 20-30 C.
•
Mesofilik : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu antara 20-45 C dan suhu
optimumnya antara 30-40 C
•
Thermofilik : bakteri yang dapat tumbuh pada suhu di atas 45 C, sedangkan suhu
optimumnya adalah 55-65 C
Berdasarkan
kemampuan menggunakan oksigen bebas, maka mikroorganisme dapat dibedakan
menjadi 3 golongan :
•
Mikroorganisme Aerobik : untuk pertumbuhannya memerlukan oksigen
•
Mikroorganisme anaerobic : untuk pertumbuhannya tidak memerlukan oksigen
•
Mikroorganisme fakultatif : dapat tumbuh dengan baik dengan atau tanpa oksigen
bebas
Beberapa
cara pemanasan yang biasa dilakukan yaitu Blancing, pasteurisasi, sterilisasi,
dan exhaustin
III
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Adanya
mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak bahan makanan, meskipun disimpan dalam
wadah tertutup.Lamanya pemberian panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan
oleh sifat dan jenis bahan makanan serta tujuan dari prosesnya.Setiap jenis
pangan memerlukan pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat
di dalamnya
Suhu
tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam pengolahan pangan.Memasak,
menggoreng, memanggang, dan lain-lain adalah cara-cara pengolahan yang
menggunakan panas.Proses-proses tersebut membuat makanan menjadi lebih lunak,
lebih enak, dan lebih awet.Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan
pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup dapat
membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim.Selain itu makanan
menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena pemanasan, misalnya
racun dari bakteri Clostridium botulinum
Pemanasan
mengakibatkan efek mematikan terhadap mikroba.Efek yang ditimbulkannya
tergantung dari intensitas panas dan lamanya pemanasan.Makin tinggi suhu yang digunakan,
makin singkat waktu pemanasan yang digunakan untuk mematikan mikroba.
Pada
umumnya pengawetan dengan suhu tinggi tidak mencakup pemasakan, penggorengan,
maupun pemanggangan. Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi
adalah proses-proses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik,
antara lain sterilisasi, pasteurisasi , dan blansing.
1.
Prinsip
Pengawetan dengan Suhu Tinggi s
Pada
pemakaian suhu tinggi, ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Mikroba
penyebab kebusukan dan yang dapat membahayakan kesehatan manusia harus
dimatikan
2. Panas
yang digunakan sedikit mungkin menurunkan nilai gizi makanan
3. Faktor-faktor
organoleptik misalnya citarasa juga harus dipertahankan.
4. Dikenal
beberapa tingkatan pemberian panas atau proses termal yang umum dilakukan yaitu
blansing, pasteurisasi, dan sterilisasi.
a. Blansing
Blansing merupakan suatu cara pemanasan pendahuluan atau
perlakuan pemanasan tipe pasteurisasi yang dilakukan pada suhu kurang dri 100 o
C selama beberapa menit, dengan menggunakan air panas atau uap. Biasanya suhu
yang digunakan sekitar 82 – 93 oC selama 3 – 5 menit.Contoh blansing misalnya
mencelupkan sayuran atau buah dalam air mendidih selama 3 –5 menit atau
mengukusnya selama 3 – 5 menit.Tujuan utama blansing ialah menginaktifan enzim
diantaranya enzim peroksidase dan katalase, walaupun sebagian dari mikroba yang
ada dalam bahan juga turut mati. Kedua jenis enzim ini paling tahan terhadap
panas,.
Blansing biasanya dilakukan terhadap sayur-sayuran dan
buah-buahan yang akan dikalengkan atau dikeringkan. Di dalam pengalengan
sayur-sayuran dan buah-buahan, selain untuk menginaktifkan enzim, tujuan
blansing yaitu :
membersihkan bahan dari kotoran dan mengurangi jumlah
mikroba dalam bahan mengeluarkan atau menghilangkan gas-gas dari dalam jaringan
tanaman, sehingga mrngurangi terjadinya pengkaratan kaleng dan memperoleh
keadaan vakum yang baik dalam “headspace” kaleng. melayukan atau melunakkan
jaringan tanaman, agar memudahkan pengisian bahan ke dalam wadah menghilangkan
bau dan flavor yang tidak dikehendaki menghilangkan lendir pada beberapa jenis
sayur-sayuran memperbaiki warna produk, a.l. memantapkan warna hijau
sayur-sayuran.
Cara melakukan blansing ialah dengan merendam dalam air
panas (merebus) atau dengan uap air (mengukus atau dinamakan juga “steam
blanching”). Merebus yaitu memasukkan bahan ke dalam panci yang berisi air
mendidih.Sayur-sayuran atau buahbuahan yang akan diblansing dimasukkan ke dalam
keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam panci dengan suhu blansing
biasanya mncapai 82 – 83 oC selama 3 – 5 menit. Setelah blansing cukup
walktunya, kemudian keranjang kawat diangkat dari panci dan cepat-cepat
didinginkan dengan air.
Pengukusan tidak dianjurkan untuk sayur-sayuran hijau,
karena warna bahan akan menjadi kusam. Caranya ialah dengan mengisikan bahan ke
dalam keranjang kawat, kemudian dimasukkan ke dalam dandang yang berisi air
mendidih. Dandang ditutup dan langkah selanjutnya sama dengan cara perebusan.
b. Pasteurisasi
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab
penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit
perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan
pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.
Tujuan pasteurisasi yaitu :
1. Membunuh semua bakteri patogen yang umum dijumpai pada
bahan pangan bakteribakteri patogen yang berbahaya ditinjau dari kesehatan
masyarakat
2. Memperpanjang daya tahan simpan dengan jalan mematikan
bakteri dan menginaktifkan enzim
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada
pada bahan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya
tahan simpannya tidak lama.Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila
disimpan pada suhu kamar hanya akan tahan 1 – 2 hari, sedangkan bila disimpan
dalam lemari es tahan kira-kira seminggu. Karena itu untuk tujuan pengawetan,
pasteurisasi harus dikombinasikan dengan cara pengawetan lainnya, misalnya
dengan pendinginan.
Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada
saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 oC. Contohnya :
• pasterurisasi susu umumnya dilakukan pada suhu 61 - 63 oC
selama 30 menit
• pasteurisasi saribuah dilakukan pada suhu 63 – 74 oC
selama 15 – 30 menit.
Contoh Proses Pasteurisasi:
Pasteurisasi pada saribuah dan sirup
dapat dilakukan dengan cara “ hot water bath “. Pada cara “ hot water bath “,
wadah yang telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat)
dimasukkan ke dalam panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5 – 5,0
cm) di bawah permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu
di bawah 100 oC ( 71 – 85 oC ), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.
c. Sterilisasi
Perkataan steril mengandung
pengertian :
1. Tidak ada kehidupan
2. Bebas dari bakteri patogen
3. Bebas dari organisme pembusuk
4. Tidak terdapat kegiatan mikroba
dalam keadaan normal
Dalam pengolahan bahan pangan yang
lazim dinamakan pengalengan, tidak mungkin dilakukan sterilisasi dengan
pengertian yang mutlak. Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba
yang berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami
peruba han sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini
dikenal 2 macam istilah, yaitu :
1. Sterilisasi biologis yaitu suatu
tingkat pemanasan yang mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada
pada bahan yang dipanaskan 2. Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat
pemanasan, dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah
mati.
Pada produk yang steril komersial
masih terdapat spora-spora mikroba tertentu yang tahan suhu tinggi; spora-spora
tersebut dalam keadaan penyimpanan yang normal tidak dapat berkembang biak atau
tumbuh. Jika spora tersebut diberi kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan
berkembang biak.
Sterilisasi adalah proses termal
untuk mematikan semua mikroba beserta sporasporanya. Spora-spora bersifat tahan
panas, maka umumnya diperlukan pemanasan selama 15 menit pada suhu 121 oC atau
ekivalennya , artinya semua partikel bahan pangan tersebut harus mengalami
perlakuan panas.
Mengingat bahwa perambatan panas
melalui kemasan (misalnya kaleng, gelas) dan bahan pangan memerlukan waktu,
maka dalam prakteknya pemanasan dalam autoklaf akan membutuhkan waktu lebih
lama dari 15 menit. Selama pemanasan dapat terjadi perubahanperubahan kualitas
yang tidak diinginkan.Untungnya makanan tidak perlu dipanaskan hingga steril
sempurna agar aman dan memiliki daya tahan simpan yang cukup lama. Semua
makanan kaleng umumnya diberi perlakuan panas hingga tercapai keadaan steril
komersial .Biasanya daya tahan simpan makanan yang steril komersial adalah
kira-kira 2 tahun.Kerusakan-kerusakan yang terjadi biasanya bukan akibat
pertumbuhan mikroba, tetapi karerna terjadi kerusakan pada sifat-sifat
organoleptiknya akibat reaksi-reaksi kimia.
Pemanasan dengan sterilisasi
komersial umumnya dilakukan pada bahan pangan yang sifatnya tidak asam atau
bahan pangan berasam rendah. Yang tergolong bahan pangan ini adalah bahan
pangan hewani seperti daging, susu, telur, dan ikan serta beberapa jenis
sayuran seperti buncis dan jagung. Bahan pangan berasam rendah mempunyai risiko
untuk mengandung bakteri Clostridium botulinum, yang dapat menghasilkan racun
yang mematikan jika tumbuh dalam makanan kaleng.Oleh karena itu spora bakteri
tersebut harus dimusnahkan dengan pemanasan yang cukup tinggi. Sterilisasi
komersial adalah pemanasan pada suhu 121,1 oC selama 15 menit dengan menggunakan
uap air bertekanan, dilakukan dalam autoklaf.
Tujuan sterilisasi komersial
terutama untuk memusnahkan spora bakteri patogen termasuk spora bakteri C.
Botulinum.Produk yang sudah diproses dengan sterilisasi komersial sebaiknya
disimpan pada kondisi penyimpanan yang normal, yaitu pada suhu kamar. Harus
dihindari penyimpanan pada suhu yang lebih tinggi (sekitar 50 oC), karena bukan
tidak mungkin jika ada spora dari bakteri yang sangat tahan panas masih
terdapat di dalam kaleng dapat tumbuh dan berkembang biak di dalamnya dan
menyebabkan kebusukan, misalnya bakteri Bacillus stearothermophillus.
2.
Kualitas Bahan Baku
Dalam menilai kualitas bahan baku susu, terdapat 2 (dua)
aspek yang penting, yakni komposisi dan cemaran mikroorganisma yang terkandung
di dalamnya. Secara normal komposisi susu (sapi) memiliki kandungan air 84-90%;
lemak 2-6%; protein 3-4 %; laktosa 4-5%; dan kadar abu < 1% (Shearer, dkk.,
1992). Kualitas susu yang dipersyaratkan di Indonesia, digunakan standar yang
sudah dibuat oleh BadanStandardisasi Nasional (BSN) berdasarkan SNI
01-3141-1998, yang mengatur 18 itemsyarat susu segar, antara lain yang
terpenting adalah berat jenis (pada suhu 27,5 0 C)minimum 1,0280; kadar lemak
minimum 3,0%; bahan kering tanpa lemak minimum8,0%; dan protein minimum 2,7%;
serta jumlah mikroorganisma maksimum 1 X 10 6cfu (coloni
form unit) per ml dan jumlah sel radang maksimum 4 X
10 5/ml. Dalam halini tampak bahwa kualitas susu tidak semata
dilihat berdasarkan kandungan gizinya,namun juga diukur atau ditentukan berdasarkan
jumlah mikroorganisma dan jumlah selradang maksimum yang terhitung di dalamnya.
Komposisi Susu:
Komposisi SusuKomposisi susu menurut
Eckles et al., (1980)dibagi menjadi dua bagian yaitu air 87,25% danzat padat
12,75%, dimana zat padat dibagi lagimenjadi empat bagian yaitu lemak
3,8%;protein 3,5%; laktosa 4,8% dan mineral 0,65%.Komposisi susu dipengaruhi
oleh spesies,individu dalam satu spesies dan metode analisa(Adnan, 1984).
Komposisi utama susu menurutBuckle et al., (1987) adalah air, protein,
lemak,laktosa, vitamin dan mineral.
Sifat-sifat Susu:
Menurut Hadiwiyoto (1983), sifat
fisik susumeliputi warna, bau dan rasa, berat jenis, titikdidih, titik beku dan
kekentalannya. Sifatkimiawi susu meliputi pH dan keasaman.Adapun
sifatmikrobiologis susu adalah sifatyang berkaitan dengan aktivitas
mikroorganisme(bakteri, khamir dan kapang). Kandunganlaktosa yang rendah dan
klorida yang relatiftinggi menyebabkan susu mempunyai flavourasin (Soeparno,
1992).
3.
Pengertian
Daya Simpan
Pengertian
daya simpan sebuah produk adalah lamanya waktu dimana sebuah pangan dapat
disimpan pada kondisi penyimpanan yang disarankan sesuai petunjuk
penyimpanannya dan selama itu masih terjaga kesegaran dan kualitasnya yang dapat diterima(Cornell
University, 2000). Sedangkan menurut Codex (CAC/RCP 57-2004), shelf-lifeadalah periode dimana
sebuah produk dapat terjaga
keamanannya dari dampak
perkembangan mikrobiologis dan kelayakannya untuk dikonsumsi, pada suhu penyimpanan yang
spesifik, dan tegantung pula pada tempat, kondisi penyimpanan, dan penanganan
sebelumnya.
4.
Susu
Pasteurisasi
Proses pasteurisasi pada susu
pertama kali dilakukan
oleh Franz von Soxhlet pada
Tahun 1886. Susu pasteurisasi atau dikenal dengan istilah pasteurized milk adalah
produk susu yang diperoleh dari hasil pemanasan susu pada suhu minimum 161 °F
selama minimum 15 detik, segera dikemas pada kondisi yang bersih dan terjaga
sanitasinya. Beberapa bakteri akan bertahan pada suhu pasteurisasi, dalam
jumlah yang sedikit, namun mereka dipertimbangkan tidak berbahaya dan tidak
akan merusak susu selama kondisi pendinginan yang normal.
Secara umum, dalam industri pengolahan susu terdapat 2 (dua)
cara melakukan pasteurisasi, yakniLTLT
dan HTST, dengan penjelasannya pada tabel berikut ini :
Cara pasteurisasi yang dilakukan juga berpengaruh terhadap
kandungan gizi dan aroma produk pangan. Sebagai contoh, pada susu HTST dinilai
lebih efektif, karena lebih sedikit menimbulkan kerusakan pada kandungan gizi
dan karakteristik organoleptik pada susu, dibandingkan dengan LTLT. Menurut
Codex (CAC/RCP 57- 2004), proses pasteurisasi HTST (minimum 72 °C selama 15
detik) disarankan untuk continuous flow pasteurization dan
LTLT (minimum 63 °C selama 30 menit) untuk batch pasteurization.
Selain itu juga dikenal 2 (dua) jenis pasteurisasi lainnya,
yakni
1. Ultrapasteurization :
pemanasan susu pada suhu yang tinggi, sampai 280° F (138° C), selama 2 detik,
kemudian dengan pertimbangan kemasan yang digunakan umumnya kurang kuat, maka
produk susu pasteurisasi ini harus segera didinginkan selama penyimpanan.
2. Jenis susu pasteurisasi lainnya
adalah Ultra-High-Temperature
(UHT)
Pasteurization : pemanasan susu pada suhu yang
lebih tinggi lagi, dalam kisaran 280°-
302°F (138°-150°C), selama 1-2 detik. Produk susu ini
umumnya dikemas dalam keadaan steril, dengan kemasan berlapis hermatis, dapat
disimpan tanpa pendinginanselama penyimpanan.
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan SNI 01-3951-1995 tentang produk
susu pasteurisasi, yakni produk susu yang dihasilkan dari susu segar,susu rekonstitusi,
atau susu rekombinasi yang
telah mengalami proses pemanasanpada temperatur 63°C -66°C selama minimum 30
menit atau pada pemanasan 72°Cselama minimum 15 detik, kemudian segera
didinginkan sampai 10°C,
selanjutnyadiperlakukan secara aseptis dan disimpan pada suhu maksimum 4,4°C. Susu segarialah cairan yang diperoleh dengan memerah sapi sehat
dengan cara yang benar, sehatdan bersih tanpa mengurangi atau menambah sesuatu
komponennya.
5.
Daya
Simpan
Susu pasteurisasi yang dihasilkan dan dipasarkan sangat
beragam, denganperbedaan jenis pasteurisasi yang dilakukannya, pengemasan,
danpenyimpanannya, terlebih juga produsen di Indonesia, yang menyertakan
ataumenambahkan flavor (aroma dan rasa) ke dalam produk susu
pasteurisasi yang dihasilkannya. Pada tabel berikut ini disajikan
perbandingan jenis pasteurisasi dengan perbedaan daya simpannya.
Menurut Chapman dan Boor (2001) para produsen susu
pasteurisasi umumnya berharap dapat memperpanjang daya simpannya hingga 60-90 hari, bahkan lebih.
Sehingga umumnya jenis pasteurisasi yang dilakukan pada industri pengolahan
susu adalah Ultrapasteurization atau UHT. Namun demikian karena produk susu
pasteurisasi yang dilakukannya pada pemanasan yang tinggi maka akan
timbul flavor gosong yang khas, sehingga beberapa segmen
konsumen lebih memilih produk susu pasturisasi HTST.
B. Pembahasan
Semua proses pengamatan dilakukan setelah bahan
dimasukan ke dalam botol kaca yang transparan (kecuali blanching dan
sterilisasi), semua botol kaca yang digunakan sebelumnya sudah mengalami proses
sterilisasi dengan air panas (direbus) suhu yang digunakan kira-kira 100 atau
sampai air rebusan mendidih. Botol direbus selama ± 15 menit, kemudian angkat
dan tiriskan, baru setelah itu dapat digunakan sebagai wadah (kemasan) bahan.
Dengan berbagai metode pemanasan dengan berbagai fungsi dan tujuan, maka kita
dapat merubah keadaan fisik yang tidak dikendaki bahkan kandungan gizi pada
produk hasil pertanian dapat menjadi lebih baik dengan pemasakan dan mudah
dicerna. Proses pemasakan yang umumnya dilakukan di Indonesia adalah Blanching,
Pateurisasi, exhausting, dan sterilisasi. Akan tetapi yang mungkin dilakukan
oleh ibu-ibu rumah tangga hanya blanching dan pasteurisasi, Karena selain mudah
digunakan peralatan yang dibutuhkan juga murah. Selain dapat memperpanjang masa
simpan suatu produk hasil pertanian, pemanasan juga dapat berpengaruh pada
penampilan fisik dari bahan menjadi lebih menarik.
VI.
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Produsen produk susu pasteurisasi dalam menjaminkan daya
simpan atas produknya perlu memperhitungkan potensi kontaminasi yang tidak terantisipasi akibat
penyimpangan suhu yang bisa terjadi selama proses pembuatan, penyimpanan,
distribusi, penjualan, hingga penanganannya oleh konsumen. Penyimpangan suhu
dimaksud sering terjadi pada saat konsumen tidak menyimpannya di lemari
pendingin sebelum dikonsumsi habis saat itu juga.
DAFTAR PUSTAKA
Saripah Hudaya, Ir.,MS. Pelatihan Teknologi Pengolahan Hasil
Pertanian
Badan Standardisasi Nasional.`1995.SNI 01-3951-1995 Susu Pasteurisasi.Jakarta.
Badan Standardisasi Nasional.`1998.SNI 01-3141-1998 Susu Segar. Jakarta.
Barbano, D. M. , Y. Ma, and M. V.
Santos. 2006. Influence of Raw Milk Quality on Fluid
Milk Shelf Life. J. Dairy Sci. 89(E. Suppl.):E15–E19. American Dairy
Science Association, Northeast Dairy Foods Research Center, Department of Food
Science, Cornell University, Ithaca, NY 14853, USA.
Boediyana, T. 2006. Pengembangan Model Usaha Agribisnis Sapi Perah
Dalam Upaya Peningkatan Pendapatan Usaha Kecil dan Menengah.Makalah yang
dipaparkan pada Workshop yang diselengggrakan oleh Ditjen P2HP, Bandung.
Boor, K. J. 2001.Fluid dairy product quality and safety: Looking to
the future. J. Dairy Sci. 84:1–11.
Bray, D.R. 2008. Milk Quality Is More than Somatic Cell Count and
Standard Plate Count, It’s Now Shelf-Life. Department of Animal
Sciences-University of Florida, USA.