To kaili

Sunday, August 23, 2015

Indonesia Terancam Devisit Petani



Negara Agraris Yang Kaya SDA, Terancam Devisit Petani
Langkahku terasa ringan, melewati batas gerbang Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP Jogja) dalam rangka Praktek Kerja Lapangan (PKL III). Semangat, dan rentetan  konsep yang memenuhi benakku, ternyata tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan, dan kenyataan di lapangan.  Mengapa ?
Pagi itu, matahari sedikit mengigit, merangkak menapaki ubun-ubun yang tak lagi muda, untung saja caping lusuh itu terbawa. Begitulah keadaannya ketika musim tanam kedua akan dimulai (Juni). Senyum dan sapa ikhlas dari Pak Tani mengurai teriknya matahari disiang itu. Saung kecil dipojok jalan, terasa hangat oleh obrolan lepas kami, antara saya dan Pak Tani.
Produk pertanian merupakan kebutuhan primer bagi manusia untuk bertahan hidup, karena mayoritas sumber makanan yang kita konsumsi adalah produk pertanian.Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan panganpun akan semakin meningkat, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan produktivitas pertanian saat ini, sehingga untuk mencukupi kebutuhan pangan dinegara ini, pemerintah melakukan berbagai upaya peningkatan produktivitas pangan khususnya  padi jagung dan kedelai (Upsus PAJALE) walaupun masih harus di topang dengan melakukan impor.
Kementerian Pertanian telah menetapkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian,
1.      Pencapaian swasembada dan swasembada berkelanjutan,
2.      Peningkatan diversifikasi pangan,                              
3.      Peningkatan nilai tambah, daya saing dan ekspor
4.      Peningkatan kesejahteraan petani.
Negara ini adalah Negara agraris, yang memiliki luas lahan pertanian terbesar diasia tenggara yakni sekitar 8,8 juta Ha lahan sawah. Saat ini, dengan jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai angka 250 juta jiwa dan dengan tingkat pertumbuhan sekitar 1,43 persen, maka diperlukan lahan sawah minimal seluas 10 juta Ha.  Menurut hasil proyeksi jumlah penduduk Indonesia antara tahun 2010-2015, maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 293,88 juta jiwa, berarti akan mengalami kenaikan 56,24 juta jiwa dari penduduk tahun 2010. Dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,43 persen per tahun. Artinya diperlukan tambahan penyediaan bahan pangan yang tidak sedikit setiap tahunnya, yang mana kebutuhan beras nasional pada tahun  2012 saja sudah sekitar 26,08 juta ton dan nantinya akan meningkat menjadi sekitar 31,35 juta ton pada tahun 2025. (Pusdatin pos Jumat, 24 Mei 2013 - 07:03:01 WIB).
Berdasarkan data diatas maka tantangan hari ini untuk mewujudkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian, dimasa mendatang adalah mengatasi kesenjangan yang makin besar antara permintaan kebutuhan pangan yang naik setiap tahun yang disebabkan bertambahnya jumlah penduduk dan ketersediaan sumberdaya lahan dan air kaitannya dengan pencetakan lahan sawah baru dan besarnya alih fungsi lahan setiap tahunnya.
Selain masalah kesenjangan akan besarnya kebutuhan pangan dan luasan lahan sawah baku  tersebut, dijumpai pula permasalahan lain ditingkat kelompok dan keluarga tani yang juga sangat serius yang bisa mengakibatkan berkurangnya jumlah Petani dinegara ini dimasa mendatang
Mengapa demikian ?
Sekali waktu berkunjunglah ke kelompok-kelompok tani, yang ada disekitar anda, seperti yang saya lakukan sekarang, disana anda akan menemukan jawabanya. Dari pengalaman saya antara tahun 2010-2015, yang saya temui dikelompok tani adalah sebagai berikut :
1.      Rata-rata usia petani dinegara ini tidak lagi terbilang muda, antara 55 -70  tahun, walaupun yang berumur dibawahnya juga ada. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia adalah berumur 15 tahun – 64 tahun dan tentunya usia produktif ini sangat bergantung pada jenis pekerjaannya (sebagai petani umur 55 sudah termasuk tua)
2.      Rata-rata keluarga petani tidak ingin lagi anaknya bekerja menjadi petani, dengan alasan “cukuplah orang tua yang menderita, anak harus menjadi lebih baik “bukan lagi Petani” (profesi lain).
3.      Rata-rata pemuda yang masih berusia 15 sampai 40 tahun, beranggapan menjadi petani adalah pilihan terakhir karena kurang menjanjikan dimasa tua, tidak berkelas (gengsi), dan memiliki strata rendah dihadapan mertua
Dari tiga fakta diatas menggambarkan keadaan Negara ini, disepuluh tahun mendatang yakni Negara agraris yang devisit Petani.
Apa solusinya ?.
Haruskah dengan impor, impor,dan import lagi, kalau terus seperti ini, kapan kedaulatan pangan bisa tercapai. Jawabanya pada peran pemerintah dan pemuda saat ini. Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan pemuda sebagai tongkat estafet dimasa mendatang
Peran Pemerintah
1.      Pemerintah harus bisa melahirkan/mencetak  pemuda yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usaha dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu menerapkan prinsip pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
2.      Mampu menciptakan Penyuluh Pertanian yang profesional, kreatif, inovatif berwawasan global, yang juga sekaligus sebagai pelaku utama dan pelaku usaha pertaian yang dalam penyelenggaraan penyuluhan lebih produktif, efektif dan efisien. Tidak hanya terbatas pada  pendampingan dan konsultasi bagi pelaku utama dan pelaku usaha.,akan tetapi lebih dari itu adalah memperkenalkan dunia pertanian (Agribisnis pertanian)  kepada generasi muda, sebagai regenerasi petani dimasa mendatang.

Peran Pemuda
1.      Momen hari kemerdekaan yang ke 70 Tahun, kita kita jadikan pembaharu semangat untuk memerdekakan negri ini atas ketahanan pangan. Dengan jalan mempersiapkan diri kita  untuk memiliki sumber daya yang berkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis dibidang pertanian
2.      Momen Sumpah Pemuda pada November mendatang adalah saat yang tepat untuk kita sebagai pemuda menggenapi sumpah para pemuda pendahulu kita (generasi 1928)  dengan  sumpah  “Negri ini harus Berdaulat atas pangan.”
Oleh Sunardin S Djamali  (mahasiswa STPP jogja)

No comments:

apa yang anda cari ?