Negara Agraris Yang Kaya SDA,
Terancam Devisit Petani
Langkahku
terasa ringan, melewati batas gerbang Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP
Jogja) dalam rangka Praktek Kerja Lapangan (PKL III). Semangat, dan
rentetan konsep yang memenuhi benakku,
ternyata tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan, dan kenyataan di
lapangan. Mengapa ?
Pagi
itu, matahari sedikit mengigit, merangkak menapaki ubun-ubun yang tak lagi
muda, untung saja caping lusuh itu terbawa. Begitulah keadaannya ketika musim
tanam kedua akan dimulai (Juni). Senyum dan sapa ikhlas dari Pak Tani mengurai
teriknya matahari disiang itu. Saung kecil dipojok jalan, terasa hangat oleh obrolan
lepas kami, antara saya dan Pak Tani.
Produk pertanian merupakan kebutuhan primer bagi manusia untuk bertahan hidup, karena mayoritas sumber makanan yang kita konsumsi
adalah produk pertanian.Seiring bertambahnya jumlah penduduk maka kebutuhan panganpun akan semakin
meningkat, namun hal tersebut berbanding terbalik dengan produktivitas
pertanian saat ini, sehingga untuk mencukupi kebutuhan pangan dinegara ini,
pemerintah melakukan berbagai upaya peningkatan produktivitas pangan
khususnya padi jagung dan kedelai (Upsus
PAJALE) walaupun masih harus di topang dengan melakukan impor.
Kementerian
Pertanian telah menetapkan 4 (empat) sukses pembangunan pertanian,
1. Pencapaian
swasembada dan swasembada berkelanjutan,
2. Peningkatan
diversifikasi pangan,
3. Peningkatan
nilai tambah, daya saing dan ekspor
4. Peningkatan
kesejahteraan petani.
Negara
ini adalah Negara agraris, yang memiliki luas lahan pertanian terbesar diasia
tenggara yakni sekitar 8,8 juta Ha lahan sawah. Saat
ini, dengan jumlah penduduk Indonesia yang telah mencapai angka 250 juta jiwa
dan dengan tingkat pertumbuhan sekitar 1,43 persen, maka diperlukan lahan sawah
minimal seluas 10 juta Ha.
Menurut hasil proyeksi jumlah penduduk Indonesia antara tahun 2010-2015,
maka jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 akan mencapai 293,88 juta jiwa,
berarti akan mengalami kenaikan 56,24 juta jiwa dari penduduk tahun 2010.
Dengan laju pertumbuhan penduduk sekitar 1,43 persen per tahun. Artinya
diperlukan tambahan penyediaan bahan pangan yang tidak sedikit setiap tahunnya,
yang mana kebutuhan beras nasional pada tahun
2012 saja sudah sekitar 26,08 juta ton dan nantinya akan meningkat
menjadi sekitar 31,35 juta ton pada tahun 2025. (Pusdatin pos Jumat, 24 Mei 2013 - 07:03:01 WIB).
Berdasarkan
data diatas maka tantangan hari ini untuk mewujudkan 4 (empat) sukses
pembangunan pertanian, dimasa mendatang adalah mengatasi kesenjangan yang makin
besar antara permintaan kebutuhan pangan yang naik setiap tahun yang disebabkan
bertambahnya jumlah penduduk dan ketersediaan sumberdaya lahan dan air
kaitannya dengan pencetakan lahan sawah baru dan besarnya alih fungsi lahan
setiap tahunnya.
Selain
masalah kesenjangan akan besarnya kebutuhan pangan dan luasan lahan sawah
baku tersebut, dijumpai pula permasalahan
lain ditingkat kelompok dan keluarga tani yang juga sangat serius yang bisa
mengakibatkan berkurangnya jumlah Petani dinegara ini dimasa mendatang
Mengapa
demikian ?
Sekali
waktu berkunjunglah ke kelompok-kelompok tani, yang ada disekitar anda, seperti
yang saya lakukan sekarang, disana anda akan menemukan jawabanya. Dari
pengalaman saya antara tahun 2010-2015, yang saya temui dikelompok tani adalah
sebagai berikut :
1. Rata-rata
usia petani dinegara ini tidak lagi terbilang muda, antara 55 -70 tahun, walaupun yang berumur dibawahnya juga
ada. Menurut UU No. 13 tahun 2003 Bab I pasal 1 ayat 2 disebutkan bahwa tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
Batas usia kerja yang berlaku di Indonesia
adalah berumur 15 tahun – 64 tahun dan tentunya usia produktif ini sangat
bergantung pada jenis pekerjaannya (sebagai petani umur 55 sudah termasuk tua)
2. Rata-rata
keluarga petani tidak ingin lagi anaknya bekerja menjadi petani, dengan alasan
“cukuplah orang tua yang menderita, anak harus menjadi lebih baik “bukan lagi
Petani” (profesi lain).
3. Rata-rata
pemuda yang masih berusia 15 sampai 40 tahun, beranggapan menjadi petani adalah
pilihan terakhir karena kurang menjanjikan dimasa tua, tidak berkelas (gengsi),
dan memiliki strata rendah dihadapan mertua
Dari
tiga fakta diatas menggambarkan keadaan Negara ini, disepuluh tahun mendatang yakni
Negara agraris yang devisit Petani.
Apa
solusinya ?.
Haruskah
dengan impor, impor,dan import lagi, kalau terus seperti ini, kapan kedaulatan
pangan bisa tercapai. Jawabanya pada peran pemerintah dan pemuda saat ini.
Pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan pemuda sebagai tongkat estafet dimasa
mendatang
Peran
Pemerintah
1. Pemerintah
harus bisa melahirkan/mencetak pemuda
yang memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, andal serta berkemampuan
manajerial, kewirausahaan dan organisasi bisnis sehingga pelaku pembangunan pertanian mampu membangun usaha
dari hulu sampai dengan hilir yang berdaya saing tinggi dan mampu menerapkan
prinsip pembangunan pertanian yang berkelanjutan.
2. Mampu menciptakan Penyuluh
Pertanian yang profesional, kreatif, inovatif berwawasan global, yang juga
sekaligus sebagai pelaku utama dan pelaku usaha pertaian yang dalam penyelenggaraan
penyuluhan lebih produktif, efektif dan efisien. Tidak hanya terbatas pada pendampingan dan konsultasi bagi pelaku utama
dan pelaku usaha.,akan tetapi lebih dari itu adalah memperkenalkan dunia
pertanian (Agribisnis pertanian) kepada
generasi muda, sebagai regenerasi petani dimasa mendatang.
Peran Pemuda
1. Momen
hari kemerdekaan yang ke 70 Tahun, kita kita jadikan pembaharu semangat untuk
memerdekakan negri ini atas ketahanan pangan. Dengan jalan mempersiapkan diri
kita untuk memiliki sumber daya yang
berkualitas, andal serta berkemampuan manajerial, kewirausahaan dan organisasi
bisnis dibidang pertanian
2. Momen
Sumpah Pemuda pada November mendatang adalah saat yang tepat untuk kita sebagai
pemuda menggenapi sumpah para pemuda pendahulu kita (generasi 1928) dengan
sumpah “Negri ini harus Berdaulat
atas pangan.”
Oleh
Sunardin S Djamali (mahasiswa STPP
jogja)
No comments:
Post a Comment