Identifikasi Penyebab Penyakit Ubikayu Di Propinsi Lampung |
Informasi
mengenai penyakit dan penyebab penyakit ubikayu di Indonesia masih
terbatas. Sampai saat ini diketahui penyakit yang umum ditemukan pada
ubi kayu adalah hawar bakteri yang disebabkan oleh Xanthomonas campestris pv. manihotis, antraknose yang disebabkan oleh Colletotrichum sp., dan bercak coklat yang disebabkan oleh Cercospora henningsii.
Di
Propinsi Lampung yang merupakan daerah sentra produksi ubikayu,
dijumpai penyebab penyakit yang menginfeksi ubikayu dengan variasi
gejala infeksi yang berbeda. Untuk tujuan identifikasi penyebab
penyakit, bagian tanaman ubi kayu berumur 1 – 6 bulan dikumpulkan dari
beberapa lokasi di Propinsi Lampung dengan gejala: (1) busuk
batang/umbi, (2) gejala mati pucuk pada stek dan tanaman dewasa, (3).
hawar pada bagian cabang, dan (4) bercak coklat, bercak putih pada daun.
Pengamatan
pada bahan tanaman dilakukan dengan dua cara yaitu: 1) menggunakan
mikroskop pembesaran 400x pada preparat jaringan tanaman yang
menunjukkan gejala dan 2) isolasi jaringan tanaman yang menunjukkan
gejala pada media PDA kemudian diamati koloni jamur patogen yang tumbuh.
Hasil pengamatan langsung dan hasil pertumbuhan pada media PDA kemudian
dibandingkan dan diidentifikasi berdasarkan karakteristik mikologisnya
dengan menggunakan acuan von Arx (1981) dan Gams et al. (1987).
Pengamatan yang dilakukan memberikan hasil sebagai berikut:
1. Penyebab gejala busuk batang/umbi adalah asosiasi tiga jamur patogen, yaitu Botryodiplodia sp., Sclerotium rolfsii dan Fusarium sp.
Pengamatan
terhadap preparat dari jaringan tanaman yang bergejala di bawah
mikroskop dan koloni pada media PDA menunjukkan adanya 3 jenis jamur
dengan ciri sebagai berikut:
a.
pada biakan membentuk klamidospora di ujungnya, klamidospora terminalis
(Gambar 1a), konidia coklat tua, bersel dua dengan ukuran 24 mm x 10 mm
(Gambar 1b), (Botryodiplodia sp.)
b.
miselium rapat berukuran diameter kecil (ukuran 10 mm x 5 mm) warna
putih tidak terbentuk konidia, terdapat sklerotia berukuran kecil dan
seragam
c. konidia hialin bentuk bulan sabit dengan ukuran 4 mm x 50 mm (Fusarium sp.)
a b
Gambar 1 (a) Klamidospora terminalis Botryodiplodia sp. (b) Konidia Botryodiplodia sp.
2. Penyebab gejala mati pucuk/tunas adalah Colletotrichum sp. Yang juga berasosiasi dengan jamur yang menginfeksi cabang.
Pengamatan langsung dengan mikroskop dan pengamatan setelah dilakukan isolasi jaringan terinfeksi ditemukan setae berwarna coklat tua yang merupakan ciri khas jamur dari marga Colletotrichum, konidium bengkok, berukuran 26 mm x 2 mm (Gambar 2). Prayogo dan Sri Hardaningsih (2001) juga menemukan bahwa jamur Colletotrichum manihotis merupakan penyebab penyakit antraknosa pada ubikayu di KP Genteng, Banyuwangi dengan gejala hawar daun dan mati pucuk.
Gambar 2 Konidia dan setae (duri) Colletotrichum sp.
3. Penyebab gejala hawar cabang, bercak daun coklat dan bercak daun putih
Pada
bercak daun coklat terdapat konidiofor coklat kehijauan pucat, konidia
berbentuk tabung lurus atau bengkok dan menyempit membulat bagian ujung
dengan pangkal terpotong. Konidia coklat kehijauan mempunyai sekat 2 –
8, dengan ukuran 30-60 mm x 4-6 mm (Gambar 3a) dan menurut Semangun
(2008) diidentifikasi sebagai Cercospora henningsii. Pada gejala
bercak daun putih ditemukan konidia bentuk lonjong dengan isi sel yang
jelas di kedua ujungnya, berukuran 8 mm x 5 mm dan miselium tidak
berwarna (Gambar 3b). Menurut von Arx (1981) konidia dengan
karakteristik seperti di atas diidentifikasi sebagai Ramularia sp. Hasil inokulasi menggunakan Ramularia sp.
pada daun ubikayu hanya menunjukkan gejala pada daun dalam satu pot
saja dari 18 pot yang diinokulasi sehingga kurang mewakili dalam
pengambilan kesimpulan, sehingga kesimpulan sementara disebutkan bahwa
gejala bercak putih pada daun ubikayu diduga berasosiasi dengan jamur Ramularia sp.
a b
Gambar 3 (a) Konidia C. henningsii., (b) Konidia Ramularia sp.
Disarikan oleh Alfi Inayati dari: Sri Hardaningsih, Nasir Saleh, dan Muslikul Hadi.2011. Identifiasi penyakit ubikayu di propinsi Lampung. Disampaikan pada Seminar Nasional Hasil Penelitian KABI. |
No comments:
Post a Comment