“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS Al-Anfaal 27).
Ayat ini mengaitkan orang-orang beriman dengan amanah atau larangan berkhianat. Bahwa di antara
indikator keimanan seseorang adalah sejauh mana dia mampu melaksanakan amanah. Demikian pula sebaliknya bahwa ciri khas orang munafik adalah khianat dan melalaikan amanah-amanahnya. Amanah, dari satu sisi dapat diartikan dengan tugas, dan dari sisi lain diartikan kredibilitas dalam menunaikan tugas. Sehingga amanah sering dihubungkan dengan kekuatan. Firman Allah:
“Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.” (QS Al-Qhashash 27)
Imam Syahid Hasan Al-Banna berkata: ”Oleh karena itu wahai ikhwan kuatkanlah keimanan dan ruhiyah
kalian, kuatkanlah ilmu dan tsaqafah kalian serta kuatkanlah fisik dan segala sarana yang dapat digunakan untuk memikul amanah. Dan Allah memerintahkan kepada kita untuk mempersiapkan segala bentuk kekuatan”.
Hidup ini tidak lain dari sebuah safari atau perjalanan panjang dalam melaksanakan amanah dari Allah. Dalam hidupnya manusia dibatasi oleh empat dimensi, bumi tempat beramal, waktu atau umur sebagai sebuah kesempatan beramal, nilai Islam yang menjadi landasan amal dan potensi diri sebagai modal beramal. Maka orang yang bijak adalah orang yang senantiasa mengukur keterbatasan-keterbatasan dirinya untuk sebuah produktivitas yang tinggi dan hasil yang membahagiakan. Orang-orang yang beriman adalah orang-orang yang senantiasa sadar bahwa detik-detik hidupnya adalah karya dan amal shalih. Kehidupannya di dunia sangat terbatas sehingga tidak menyia-nyiakannya untuk hal-hal yang sepele, remeh apalagi perbuatan yang dibenci (makruh) dan haram.
Amanah pertama yang harus dilakukan adalah Amanah Fitrah manusia, dimana makhluk lain enggan dan menolak menerimanya. Ia adalah amanah hidayah, ma’rifah dan iman kepada Allah atas dasar niat, kemauan, usaha dan orientasi. Amanah berikutnya adalah Amanah Syahadah (Kesaksian). Pertama, berupa kesaksian diri agar menjadi cermin bagi agamanya. Kedua, berupa kesaksian dakwah agar menyampaikan agama kepada manusia. Ketiga, berupa kesaksian agar menerapkan manhaj dan syariah Islam di bumi Allah.
Dan amanah itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Pertanyaan akan ditujukan atas amanah yang dibebankan kepada kita. Barangsiapa yang menunaikan amanah sekecil apapun, niscaya akan dilihat Allah. Dan barangsiapa yang melalaikan amanah sekecil apapun niscaya akan dilihat. Manusia tidak akan dapat lari dari tanggungjawab itu. Karena tempat yang ditinggali adalah bumi Allah, umur yang dimiliki adalah ketentuan Allah, potensi yang ada adalah anugerah Allah dan nilai Islam adalah tolok ukur dari pelaksanaan amanah tersebut. Kemudian mereka akan datang menghadap Allah.
Oleh karena itu sekecil apapun amanah yang dilaksanakan, maka memiliki dampak positif berupa kebaikan. Dan sekecil apapun amanah yang disia-siakan, niscaya memiliki dampak negatif berupa keburukan. Dampak itu bukan hanya mengenai dirinya tetapi juga mengenai umat manusia secara umum. Seorang mukmin yang bekerja mencari nafkah dengan cara yang halal dan baik, maka akan memberikan dampak positif berupa ketenangan jiwa dan kebahagiaan bagi keluarganya. Lebih dari itu dia mampu memberi sedekah dan infak kepada yang membutuhkan. Sebaliknya seorang yang menganggur dan malas akan menimbulkan dampak negatif berupa keburukan, terlantarnya keluarga, kekisruhan, keributan dan beban bagi orang lain.
Kesalahan kecil dalam menunaikan amanah akan menimbulkan bahaya yang fatal. Bukankah terjadinya kecelakaan mobil ditabrak kereta, disebabkan hanya karena sopirnya lengah atau sang penjaga pintu rel kereta tidak menutupnya? Bahaya yang lebih fatal lagi jika amanah dakwah tidak dilaksanakan, maka yang terjadi adalah merebaknya kemaksiatan, kematian hati, kerusakan moral dan tatanan sosial serta kepemimpinan di pegang oleh orang yang bodoh dan zhalim.
Perjalanan dakwah telah menorehkan pengalamannya betapa kesalahan dalam melaksanakan amanah mengakibatkan kerugian dan musibah. Pada saat perang Uhud, Rasulullah saw. memerintahkan satu pasukan pemanah untuk tetap berjaga di bukit Uhud dan tidak meninggalkan pos itu. Tetapi, ketika pasukan perang umat Islam sudah di ambang kemenangan, dan sebagian yang lain bersorak sambil memunguti rampasan perang, maka pasukan pemanah pun tergoda dan ikut-ikutan mengambil rampasan perang itu. Akhirnya pasukan kafir berhasil memukul mundur pasukan umat Islam, dan rampasan perang pun raib dari tangan mereka. Lebih tragis dari itu adalah darah segar berceceran dari muka Rasulullah saw, akibat amanah yang dilalaikan.
Harta, wanita dan kekuasaan memang merupakan sarana yang paling ampuh digunakan syetan untuk menggoda orang beriman agar melalaikan amanah, bahkan meninggalkannya sama sekali. Betapa sebagian dai yang ketika tidak memiliki sarana harta yang cukup dan tidak ada kekuasaan yang disandangnya, begitu istiqamah menjalankan amanah dakwah. Tetapi setelah dakwah sudah menghasilkan harta dan kekuasaan, amanah dakwah itu ditinggalkan dan bahkan berhenti dari jalan dakwah dan futur dalam barisan jamaah dakwah!
Oleh karena itu waspadalah terhadap harta, wanita dan kekuasaan! Itu semua hanya sarana untuk melaksanakan amanah dan jangan sampai menimbulkan fitnah yang berakibat pada melalaikan amanah. Dibalik dari menunaikan amanah terkadang ada bunga-bunga yang mengiringinya, harta yang menggiurkan, wanita yang menggoda sehingga orang yang beriman harus senantiasa menguatkan taqarrub illallah dan istianah billah.
Amanah adalah perintah dari Allah yang harus ditunaikan dengan benar dan disampaikan kepada ahlinya. Allah Taala berfirman:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS An-Nisaa 58)
Amanah yang paling tinggi adalah amanah untuk berbuat adil dalam menetapkan hukum pada kepemimpinan umat. Pahala yang paling tinggi adalah pahala dalam melaksanakan keadilan sebagai pemimpin umat. Begitulah sebaliknya, bahaya yang paling tinggi adalah bahaya melakukan kezhaliman pada saat memimpin umat. Kezhaliman pemimpin akan menimbulkan kehancuran dan kerusakan total dalam sebuah bangsa. Maka kezhaliman pemimpin merupakan sikap menyia-nyiakan amanah yang paling tinggi.
Hidup adalah pilihan-pilihan. Dan pilihan melaksanakan amanah adalah konsekuensi sebagai manusia, konsekuensi sebagai muslim dan konsekuensi sebagai dai. Oleh karenanya sandaran yang paling baik adalah Allah, teman yang paling baik adalah orang-orang yang shalih dan kelompok yang paling baik adalah jamaah Islam. Maka kuatkan hubungan dengan Allah dan tingkatkan ukhuwah Islamiyah niscaya kita akan sukses melaksanakan amanah itu, sebesar apapun. Marilah kita melaksanakan amanah yang diberikan Allah kepada kita dengan penuh keikhlasan dan kesungguhan. Marilah kita melaksanakan amanah yang dibebankan jamaah kepada kita dengan penuh kesabaran dan lapang dada. Marilah kita melaksanakan amanah umat dengan penuh keseriusan dan tanggungjawab. Dan semuanya akan ditanya, siapkah kita ? Jika tidak, maka akan terjadi kehancuran dan kerusakan
Amanah Kepemimpinan
Dan dari Jabir RA berkata, tatkala Nabi SAW berada dalam suatu majelis sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata: “Kapan terjadi Kiamat?” Rasulullah SAW terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata: Rasulullah SAW mendengar apa yang ditanyakan tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya. Berkata sebagian yang lain: Rasul SAW tidak mendengar”. Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya: ”Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata orang Badui itu: ”Saya wahai Rasulullah saw.” Rasul SAW berkata: ”Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat”. Bertanya: ”Bagaimana menyia-nyiakannya?”. Rasul SAW menjawab: ”Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari)
Hadits ini sebuah peringatan dari Rasul SAW agar amanah itu diberikan kepada ahlinya. Dan puncak amanah adalah amanah dalam kepemimpinan umat. Jika pemimpin umat tidak amanah berarti kita tinggal menunggu kiamat atau kehancuran. Dan Indonesia adalah contoh riil dari sebuah negara yang selalu dipimpin oleh orang yang tidak amanah.
Ciri-Ciri Pemimpin yang Tidak Amanah, adalah sbb:
Pertama, pemimpin yang tidak memenuhi syarat keahlian. Syarat pemimpin yang disepakati ulama Islam adalah ; Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah), merdeka atau bukan budak dan sehat indra dan anggota badannya. Pemimpin yang tidak memiliki syarat keahlian pasti tidak amanah. Seorang wanita yang menjadi pemimpin sebuah negara atau bangsa pasti tidak amanah. Karena dia melakukan yang bukan haknya dan pasti kepemimpinannya dilakukan berdasarkan hawa nafsu dan kepentingan-kepentingan dunia lainnya dan bukan berdasarkan niat yang tulus untuk beribadah kepada Allah.
Jika orang bodoh, tidak berakal, tidak sehat dan tidak mampu memimpin pasti tidak amanah, karena dia tidak mengerti apa yang seharusnya dikatakan dan diperbuat. Dan pasti dia akan diperalat oleh orang dekatnya atau kelompoknya. Dia tidak mampu melakukan tugas-tugas yang berat karena cacat. Dia lebih banyak berbuat untuk dirinya daripada untuk rakyatnya.
Kewajiban kita wahai saudaraku yaitu menyesuaikan pemimpin bangsa yang ada dengan syarat-syarat yang dituntut dalam Islam. Jika tidak maka kita semua berdosa, bahkan dosa besar. Kita semua harus berjihad untuk mendapatkan pemimpin yang sesuai dengan Islam. Dan kita semua harus melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar jika ada pemimpin yang tidak sesuai dengan syarat dalam Islam. Bahkan Rasulullah SAW menyebutkan jihad yang paling utama, beliau bersabda:
“Seutama-utamanya jihad adalah kalimat yang benar kepada penguasa yang zhalim” (HR Ibnu Majah, Ahmad, At-Tabrani, Al-Baihaqi dan An-Nasai).
Hadits yang lain:
”Penghulu para syuhada adalah Hamzah bin Abdil Muthallib dan seorang yang bangkit menuju imam yang zhalim ia memerintahkan dan melarang sesuatu lalu dibunuhnya” (HR Al-Hakim)
Kedua, mementingkan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Pemimpin yang amanah berarti melaksanakan segala kepemimpinannya untuk semua rakyat dan bangsanya, bukan hanya untuk diri sendiri, keluarga dan kelompoknya. Menegakkan keadilan bagi seluruh rakyatnya. Mengembangkan kekayaan negeri untuk kepentingan rakyatnya, bukan untuk kepentingan diri sendiri, keluarga dan kelompoknya saja. Apalagi dikorbankan kepada bangsa asing dan mengorbankan rakyat dan negaranya.
Ketiga, zhalim. Pemimpin yang tidak amanah bersifat zhalim, karena dia melaksanakan kepemimpinan itu bukan untuk melaksanakan amanah, tetapi untuk berkuasa dan memiliki segala kekayaan negeri sehingga dia akan berbuat zhalim kepada rakyatnya. Yang dipikirkan adalah kekuasaannya dan fasilitas dari kekuasaan itu, tidak peduli rakyat menderita dan sengsara bahkan tidak peduli tumpahnya darah rakyat karena kezhalimannya.
Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya akan datang di tengah-tengah kalian para pemimpin sesudahku, mereka menasihati orang di forum-forum dengan penuh hikmah, tetapi jika mereka turun dari mimbar mereka berlaku culas, hati mereka lebih busuk daripada bangkai. Barangsiapa yang membenarkan kebohongan mereka dan membantu kesewenang-wenangan mereka, maka aku bukan lagi golongan mereka dan mereka bukan golonganku dan tidak akan dapat masuk telagaku. Barangsiapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka dan tidak membantu kesewenang-wenangan mereka maka ia. adalah termasuk golonganku dan aku termasuk golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku.” (HR. At-Thabrani)
Keempat, menyesatkan umat. Pemimpin yang tidak amanah akan melakukan apa saja untuk menyesatkan umat. Mereka membeli media masa untuk menayangkan adegan yang menyesatkan, rusak dan kotor. Pemimpin yang seperti ini adalah pemimpin yang berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari Dajjaal –laknatullah-. Rasul SAW bersabda:
“Selain Dajjaal ada yang lebih aku takuti atas umatku dari Dajjaal; yaitu para pemimpin yang sesat” (HR Ahmad).
Kelima, kehancuran dan kerusakan seluruh tatanan sosial masyarakat. Pemimpin yang tidak amanah akan mengakibatkan kiamat. Kiamat berarti dominannya seluruh bentuk kemaksiatan, seperti kemusyrikan, sihir dan perdukunan, zina dan pornografi, minuman keras dan NARKOBA, pencurian dan korupsi, pembunuhan dan kekerasan, dll.
Dengan demikian kita harus memunculkan pemimpin yang adil, yaitu pemimpin yang senantiasa menegakkan keadilan dan berbuat untuk kemaslahatan rakyatnya di dunia dan di akhirat. Kita harus berjihad untuk sebuah proses lahirnya pemimpin yang adil, kita harus menyiapkan ibu-ibu yang akan mencetak pemimpin yang adil, kita harus menyiapkan sarana untuk terciptanya pemimpin yang adil, kita harus berdakwah dan amar ma’ruf nahi mungkar sehingga mendapatkan pemimpin yang adil.
“Dan kamu semua adalah pemimpin dan kamu semua akan diminta pertanggungjawabannya atas kepemimpinannya itu”. Umar bin Khathab RA berkata: Jika ada sebuah keledai yang jatuh di Irak, maka aku akan ditanya di hadapan Allah Taala, kenapa engkau tidak memperbaiki jalan itu”
Doa kita adalah doa yang diabadikan dalam Al-Qur’an:
“Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa”.
Rasulullah SAW bersabda:
“Ada tujuh kelompok yang akan mendapat perlindungan Allah di hari yang tiada perlindungan, kecuali perlindungan Allah: Imam yang adil….” (Muttafaqun ‘alaihi)
“Sehari bersama imam yang adil lebih baik dari ibadah seorang lelaki 60 tahun. Dan hukum hudud yang ditegakkan di muka bumi dengan benar lebih bersih dari hujan yang turun selama 40 tahun” (HR At-Thabarani dan Al-Baihaqi)
“Tiga kelompok yang tidak ditolak doanya: Imam adil, orang yang berpuasa sampai berbuka dan doa orang yang tertindas” (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah.
“Manusia yang paling dicintai Allah dan yang paling dekat kedudukannya di hari kiamat adalah imam yang adil. Dan manusia yang paling dibenci Allah dan paling keras azabnya adalah imam yang zhalim” (HR Ahmad, At-Tirmidzi dan al-Baihaqi)
(SSC/iman santoso)
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2011/11/16489/makna-dari-sebuah-amanah/#ixzz1dqtgJnSX
No comments:
Post a Comment